BENARKAH ..... “ IMAN ..... berarti PERCAYA “ ..... ?
Begitu mendengar istilah “ IMAN “ maka massal manusia dalam kehidupan abad ke 20 menanggapi “ IMAN ialah PERCAYA “
Untuk membuktikan Konstatering tersebut diatas maka pertama-tama kita petik tanggapan Yahudi dan nasrani yang menganggap “ IMAN itulah Percaya ……” [1]
Selanjutnya untuk lingkungan Islamisme, khususnya di Indonesia , Kita petik tanggapan Doctor HAMKA yang juga menganggap “ IMAN ……Berarti Percaya ” , dan ISLAM yang berarti menyerah dengan segala senang hati dan rela, timbulnya ialah setelah akal itu sendiri sampai pada ujung perjalanan yang masih dapat dijalaninya.
Oleh sebab itu maka bertambah tinggi perjalanan akal, bertambah banyak alat pengetahuan yang dipakai, pada achirnya bertambah tinggi pulalah martabat Iman dan Islam seseorang [2] . “
Maka Kalimat IMAN dan ISLAM, Percaya dan Menyerah , adalah dua kalimat yang tidak bercerai selama-lamanya “ [3] “
Perpaduan yang tidak terpisahkan diantara Kepercayaan dan Penyerahan, diantara Aqidah dan Ibadah, diantara pengakuan hati dan perbuatan, itulah agama yang sewajarnya. Maka Agama itulah yang dinamai Agama Islam “ [4] .
Seterusnya kita petik lagi tanggapan M.Hasbi Ash Shiddiqi yang juga menganggap IMAN ialah : Engkau ber – iman (membenarkan dengan lidah dan hati) akan Allah, akan Malaikat, akan berjumpa dengan Allah, akan Rasul2 - NYA dan Akan Bangkit [5].
“ Iman itu mempercayai “(Mengetahui ) akan ke – Tuhanan-NYA Allah dan tempatnya (Iman ) didalam dada, Yakni hati itu.
Ma’rifat itu , mengetahui Allah akan segala sifat-sifatnya. Tempatnya (Ma’rifat) didalam lubuk hati , yakni didalam Fuad. Tauhid itu , mengetahui Allah (menyakini Allah) dengan ke- Esaan-NYA .
Tempatnya , didalam lubuk Fuad ; dan itulah yang dinamai ‘SIRR” (rahasia) “ [6]).
Selanjutnya M.Hasbi Ash Shiddiqi membikin perincian Tauhid itu , ringkasnya, terbagi kepada :
1. Tauhidudz - Dzat (Meng-Esakan Dzat Tuhan).
2. Tauhidul – Shifat (Meng-Esakan Sifat-2 Tuhan).
3. Tauhidul – Wujud (Meng-Esakan Wujud Tuhan).
4. Tauhidul - Af ’aal (Meng-Esakan perbuatan Tuhan).
5. Tauhidul - Ibadat (Meng-Esakan yang di sembah dan meng-Esakan tempat bermohon)
6. Tauhidul – Qishdi wal Iradah (Meng-Esakan yang dituju).
7. Tauhidul – Tasyrie’ (Meng-Esakan yang berhak menetapkan pokok-2 undang 2).[7] )
Akhirnya M.Hasbi Ash Shiddiqi mengolah Hadits Bukhari [8] ) dan menyimpulkan kedudukan Iman itu demikian “ bahwa DIEN itu, IMAN, ISLAM dan IHSAN “, Sebagian dari susunan Agama dinamai : “ IMAN, Sebagian lagi dinamai ISLAM dan sebagian lagi dinamai : IHSAN
Akan tetapi penerangan hadits ini tidak boleh dijadikan , bahwa : IMAN, ISLAM, DAN IHSAN, berlain-lainan haqikatnya dan bersaing-saingan.
Sebenarnya masing-2 kalimat ini menunjukan kepada haqikat “ A DIEN “ . Masing-2 memerlukan yang lain ; tiada terlepas dari yang lain.
Nabi melain-lainkan sebutan : Iman, ini, ini, ini, ; Islam, ini, ini, ini, ; dan Ihsan, itu, itu, itu ; adalah buat memudahkan jawaban lantaran penanya menanya : Apa itu IMAN, apa itu ISLAM, dan apa itu IHSAN.
Maka Nabi menjawab dengan sangat bijak untuk masing – masing pertanyaan diasingkan (di lainkan) jawab. Kemudian di akhir hadits , nabi tegaskan bahwa semua itu ‘ AD DIEN ‘ = Agama [9])
Atas satu tanggapan tentang yang dimaksud oleh hadits Bukhari “ IMAN itu tersusun dari 69 atau 79 cabang “ maka M.Hasbi Ash Shiddiqi meng-konkritkan kedudukan “ IMAN menjadi bagian dalam rangka Dinul Islam keseluruhan nya, kita petik sebagai berikut, seperti tersebut berikut ini ;
AD DIENUL ISLAMY
(AGAMA ISLAM DAN RANGKA – RANGKA (ANASIR – ANASIR) BANGUNANNYA)
I. ‘ AMALAN BATHIN
A. KEPERCAYAAN
1. Iman akan Allah
2. Iman akan malaikat
3. Iman akan kitab2 Tuhan
4. Iman akan rasul-rasul Allah
5. Iman akan Qadla dan Qadar
6. Iman akan hari Kesudahan
(Rangka yang enam ini dinilai : ARKANUL IMAN, Dasar-dasar Rangka)
B. BUDI PEKERTI
1. Mencintai Allah
2. Mencintai dan membenci karena Allah
3. Mencintau Rasul
4. Ichlas dan benar
5. Taubat dan nadam
6. Takut akan Allah
7. Harap akan Allah
8. Syukur
9. Menepati Janji
10. Shabar
11. Ridla akan Qadla
12. Tawakal
13. Menjauhkan Ujub dan Takabur
Dsb
II. ‘ AMALAN DHAHIR
A. AMALAN ANGGOTA LIDAH
1. Mengucapkan Dua kalimah Syahadah
2. Membaca Al-Qur’an
3. Mempelajari dan mengajari Ilmu
4. Berzikir dan bertilawat.Dan bertahmid
5. Ber-Istigfar dan ber-doa
6. Menjauhkan perkataan yang sia-sia (karut-Marut)
B. TUGAS HIDUP UNTUK DIRI SENDIRI
1. Bersuci
2. Menutup Au’rat dan berpakaian
3. Mendirikan Shalat
4. Mengeluarkan Zakat,Sedekah dan Infaq
5. Memberi makan Fakir – Miskin dan mengurus anak yatim
6. Memuliakan Tetamu
7. Mengerjakan Puasa
8. Mengerjakan Haji dan Umrah
9. Melepaskan Nadzar
Dsb
C. TUGAS HIDUP UNTUK KELUARGA
1. Bernikah (menegakan Rumah Tangga)
2. Memenuhi hak keluarga
3. berbakti kepada Dua Ibu – Bapa
4. Mendidik anak dan keluarga
5. Menghubungi Shilat dengan kerabat
6. Menyayangi budak, pelayan dan buruh
D. TUGAS HIDUP UNTUK UMUM
1. Memerintah dengan Adil dan Insyaf
2. Mengikuti jama’ah
3. Menetapkan sesuatu berdasarkan SYUURAA
4. Menta’ati putusan ULUL AMRI (Parlemen)
5. Memperbaiki perhubungan manusia yang bersengketa
6. Bertolong – menolong
7. Menyuruh Ma’ruf menegah munkar
Dsb
Demikianlah kita petik kenyataan tanggapan di Indonesia dalam abad ke – 20 yang menganggap “ Iman ..... berarti percaya “, disamping mempunyai pararelisasi dengan pendirian Yahudi dan nasrani yang juga menganggap “ Iman itulah percaya ....... “ , maka yang demikian itu adalah pengaruh langsung dari tanggapan Arab tentang istilah “ Iman “ yang terkandung didalam Al-Qur’an menurut sunnah Rasul.
Sebagai pembuktian maka dibawah ini kita petik tanggapan Syekh Muhammad Abduh , yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia [10], demikian “ ..... bahwa Iman ialah, Keyakinan dalam kepercayaan kepada Allah , kepada Rasul-NYA dan kepada hari yang Achir tanpa terikat oleh suatu apapun , kecuali harus menghormati apa-2 yang telah disampaikan dengan perantaraan lisan para Rasul Tuhan [11] “.
“ Tauhid adalah satu ilmu yang membahas tentang “ Wujud Allah “ , tentang sifat-2 yang wajib tetap pada-NYA, sifat-2 yang boleh disifatkan kepada-NYA dan tentang sifat-2 yang sama sekali wajib dilenyapkan dari pada-NYA ;
juga membahas tentang Rasul-2 Allah, meyakinkan ke-Rasul-an mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada diri mereka, apa yang boleh dihubungkan (Nisbah) kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka “ [12].
Maka yang demikian menjadi jelas bahwa Ilmu Tauhid membikin ujud Allah menjadi sasaran atau object Study nya.
“ Ilmu tauhid itu dinamakan orang “ Ilmu Kalam “. Ialah karena dalam memberikan dalil tentang pokok (Usul) agama, ia lebih menyerupai logika (Mantiq).
Sebagaimana yang biasa dilalui oleh para ahli pikir dalam menjalankan seluk-beluk Hujjah tentang pendiriannya.” [13] “......... dinamakan juga ia ilmu kalam ialah karena adakalanya masalah yang paling masyhur dan banyak menimbulkan perbedaan pendapat diantara ulama-2 kurun pertama yaitu : apakah “ Kalam Allah “ (Wahyu) yang dibacakan itu “ Baharu “ [14] atau “ Kadim “ [15] .
Dan adakalanya pula, karena ilmu Tauhid itu dibina oleh Dalil Akal (Ratio) [16], dimana bekasnya nyata kelihatan dari perkataan setiap para ahli yang turut berbicara tentang ilmunya itu “ [17].
“ Awal masalah yang menimbulkan pertikaian diantara mereka, adalah masalah “Ikhtiar “ [18] , kebebasan kemauan manusia dan perbuatanya dengan ikhtiar itu, dan masalah tentang orang yang melakukan dosa besar, sedang ia tidak tobat.
Dalam masalah tersebut , pendapat Wasil bin ‘ Atha ‘ , telah berbeda dengan pendapat gurunya, Hasan al Basri [19] , Wasil kemudian memisahkan diri dari gurunya , yang lantas mengajarkan pokok-2 agama, baik yang diterima dari gurunya ataupun pendapatnya sendiri.
Akan tetapi dalam masalah itu , kebanyakan kaum salaf [20] , diantaranya termasuk Hasan Basri sendiri , setuju dengan pendapat , bahwa seorang hamba , bebas melakukan perbuatan-perbuatannya yang ditimbulkan oleh Ilmu dan kemauannya [21].
Golongan Jabariyah [22] membantah pendapat itu dan berpendirian , bahwa manusia dalam segala kehendak perbuatannya tak ubahnya seperti ranting-2 pohon kayu yang bergerak lantaran terpaksa belaka [23].
“ Ditengah – tengah situasi yang seperti ini pulalah timbulnya sengketa diantara golongan-2 yang berlebih – lebihan kemerdekaan berpikir dengan golongan pertengahan (Moderat) , atau dengan golongan yang terlalu teguh berpegang kepada lahir Syari’at belaka [24] “ [25]. “
Dibelakang mereka ini , terdapat lagi golongan yang menganggap dirinya telah berhubungan bathin dengan Tuhan sehingga mereka mengatakan , bahwa Tuhan telah bertempat dalam dirinya (Hulul, Immanent) ; atau kaum Materialis – Atheis (Dahrijun), yang berusaha hendak membawa Al-Qur’an ke arah lain , sesuai dengan pendirian mereka , yang selama ini telah di Infiltrasikan nya kedalam Islam [26]
“ Mereka ini (yang telah berhungan Bathin dengan Tuhan) terkenal juga dengan nama Kaum ‘ Kebathinan ‘ (Bathiniyah) atau ‘ Ismailiyah ‘ [27] “ [28]
“ Disekitar masa inilah [29] tumbuhnya ‘ Ilmu Tauhid ‘ , tetapi belum begitu sempurna berkembangnya dan belum begitu tinggi mutunya.
Dan mulailah pembicaraan tentang ‘ Ilmu Kalam ‘ [30] , Yakni dengan menghubungkannya kepada pokok pikiran tentang kejadian Alam, sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an tentang hal itu “ [31]
“ Adapun mazhab Filsafat [32], maka ia senantiasa mendasarkan pendapatnya kepada pikiran semata-mata.
Dan tidak ada cita-cita kaum Filsafat itu kecuali untuk menemukan Ilmu dan menyempurnakan apa yang membawa kepuasan akalnya dalam membukakan tabir rahasia sesuatu yang belum diketahui, atau mengemukakan apa yang menjadi hasil pikiran akal “ [33].
“ Telah banyak simpang siurnya faham Wasil dan pengikut-pengikutnya. Diantaranya, mereka berpendapat Ilmu pengetahuan dari buku – buku Yunani [34], sesuai dengan kemampuan mereka “ [35].
“ Tetapi, namun demikian hebatnya pertengkaran diantara mereka , hal itu tidaklah menjadi halangan bagi masing-masing pihak untuk memperdalam Ilmu dan mengambil sesuatu yang berfaedah [36] bagi mereka tentang ke- Ilmu-an, Oleh salah satu pihak dari yang lainnya atau sebaliknya .
Keadaan itu berlangsung pula sedemikian rupa , sehingga muncul pula Syech Abu Hasan Al Asy’ary, pada awal kurun ke Empat (Lahir tahun 270 H) beliau berjalan ditengah, yakni keyakinan kaum Salaf dan keyakinan orang yang menentang mereka (suatu Syntese) [37].
Ia menetapkan pokok kepercayaan (Aqidah) menurut pokok-2 yang sesuai dengan tujuan akal [38].
Tetapi kaum Salaf meragukan kebenaran pendirian beliau itu dan banyak diantaranya yang menyerang Aqidahnya yang demikian itu, sehingga pengikut – pengikut mazhab Hambali, meng-Kafir-kan pendirian itu dan menghalalkan darah orang yang menganutnya.
Sebaliknya, kemudian Beliau dibela oleh satu Jama’ah ulama-ulama terkemuka, diantaranya seperti Abu Bakar Al Baqilani, Imam Haramin, Imam Al As Faraini dan lain-lain.
Dan pendirian beliau ini mereka namakan dengan mazhab Ahli Sunah Wal Jama’ah[39]
M. Hasbi Ash Shiddiqi mengemukakan latar belakang dari anggapan “ Iman... berarti Percaya “ dan “ Ilmu Tauhid ....”, demikian “ .....Abu Hasan Al Asy’ary (Wafat pada tahun 330 H) yang telah mempelajari Ilmu Kalam pada ‘ Ali Al-Jubaa-ie dan mengikuti paham Muktazilah 40 Tahun lamanya, hingga mendapat kedudukan Istimewa dalam mazhab Muktazilah itu.
Sesudah sekian lama beliau berkecimpung dalam laut Muktazilah , pada suatu hari beliau memproklamirkan keluar nya dari mazhab muktazilah itu.
Berbaring dengan pengumumannya itu, beliau lalu menulis buku dalam ilmu kalam. Didalam kitab itu beliau tegaskan bahwa pendapatnya dalam soal Tanzich [40], serupa dengan pendapat salaf, sambil menolak dan membantah faham-2 muktazilah yang terus di anut oleh teman-2 nya dahulu.
Dimasa itu pula lahir lagi seorang ahli Kalam, Abu Mansur Al Maturidy (Meninggal pada tahun 333 H) [41], dengan mempunyai pendirian yang berdekatan dengan Abu Hasan, Abu Mansur mengarang beberapa buah kitab menolak faham golongan yang telah lahir di masanya itu,
Beberapa lama kemudian lahirlah Abu Hamid Al Ghazaly (meninggal pada tahun 505 H). Imam besar ini memperhatikan segala tulisan yang telah ditulis dan disusun oleh Asy’ary dan Al Maturidy dan pengikut-2nya.
Al Ghazaly serta pengikut-nya berkata : Kedua-dua Imam besar itu mempunyai keutamaan yang besar dalam soal membenarkan kepercayaan umat, akan tetapi , masih ada juga yang perlu dikoreksi.
Maka Al Ghazaly pun membuat bantahan-2 terhadap pengikut-2 Al Asy’ary dan Al Maturidy, sebagaimana beliau menyusun bantahan-2 terhadap kaum Falsafah.
Al Ghazaly lah permulaan penulis yang menulis Ilmu Tauhid bercampur Falsafah.
Kemudian dari itu bangunlah ulama ulama Persie menambahkan banyak soal falsafah masuk kedalam ilmu kalam dan terjadilah berbagai perselisihan, bantah-membantah, hingga porak-porandalah ilmu dan menjadi sia-2lah kita mencahari ilmu Kalam dalam buku-buku yang bercampur-baur itu.
Lama kemudian bangun pula segolongan ahli Nadhar memperhatikan isi kitab kitab tulisan ulama persie, dan lalu menulis beberapa buah kitab yang tersusun dari berbagai rupa faham dengan memuatkan dan mendahulukan faham Asy’riyah.
Dalam hal yang demikian, mereka masukkan kedalam kitab-2 itu berbagai-bagai dalil yang berdasarkan sangkaan ; dan terus dengan berangsur-angsur faham-2 itu tersemi dalam lubuk jiwa pelajar-2nya.
Dengan demikian timbul pula penyakit baru. Kitab-2 ini mereka namai : Mutaachirin dan dialah kitab-2 yang dipelajari penuntut2 ilmu tauhid ditanah air kita, disurau-surau dan dipesantren-pesantren, bahkan disekolah-sekolah juga.
Dengan memperhatikan periode-2 yang telah dilalui Ilmu Tauhid tahulah kiranya sudah, apa sebabnya ilmu tauhid itu bercampur dengan falsafah ;
Sehingga apabila kita ambil iktikad dari kitab itu, berarti kita ambil Aqaa-id dan falsafah. Mengambil aqaa-id yang bersih, tidak mudah lagi dari kitab-2 itu [42].
Akhirnya M.Hasbi Ash Shiddiqi , sambil me-reklame-kan bukunya, mengimpikan ‘Tegaknya benang basahnya ‘, “ Maka, mengingat ini dan itu, “ Al Islam “ ini, mengemukakan kepada pembaca Aqiedah-2 yang terbetik dari Al-Qur’an, sebagai satu usaha mempersatukan aqiedah umat yang mewujudkan persatuan yang kokoh erat.
Dengan demikian, berartilah kami kemukakan : Aqiedaah yang bersih yang terlepas dari falsafah. Allahumma waffiq ! “ [43] .
Demikianlah kita kutip “ Iman ... berarti Percaya “ yang sudah menjadi tanggapan abad ke 20. Dari bukti-bukti kutipan tersebut menjadi jelas bahwa sesungguhnya tanggapan “ Iman ... berarti Percaya “, dilihat dari sudut Sistematika, adalah didasarkan kepada anggapan Klassifikasi dan specialisasi ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an menurut sunnah Rasul, menjadi ajaran-ajaran Tauhid, Fiqih, Akhlaq dan Tasauf .
Dan lebih unik lagi adalah anggapan M.Hasbi Ash Shiddiqi yang membikin klasifikasi dan specialisasi yang demikian itu kearah “ AMALAN BATHIN “ dan “AMALAN DHAHIR “ menjadi Klasifikasi “ AD DINUL ISLAM “, seperti kita petik diatas.
Dan yang penting ditanggapi disini ialah tanggapannya yang hendak membikin pohon IMAN menjadi hanya salah satu cabang belaka dan cabang Dinul Islam dibikin menjadi pohonnya. Satu model cangkokan yang aneh dan ajaib, lebih lucu dari cerita seribu satu malam.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa, betapapun aliran-aliran Islamisme dalam abad ke – 20 ini terpecah belah, apakah dia Mazhab Qadariyah : Mu’tazilah dan Khawarij , maupun Mazhab Jabariyah : Syi’ah dan berbagai aliran Tasauf, Tariqat dan Mistik dsb, namun satu jua Sistimatiknya yaitu Tauhid, Fiqih, Akhlaq dan Tasauf .
Dari itu maka tanggapan IMAN – nya pun bersatu menjadi “ Iman ... berarti Percaya “ Dan kalaulah benar – benar bersatu dalam Iman nya itu maka mengapa, sepanjang sejarah selama tiga belas abad sepeninggalan nabi Muhammad Saw, sampai dengan abad ke – 20 ini , terus menerus dalam keadaan .............. [44], yaitu saling cekcok dan saling baku hantam diantara sesamanya.
Demikianlah kita petik “ Iman ... Percaya “ yang sudah representatif menjadi alternatif – subyektif kehidupan abad ke 20, baik untuk tingkat nasional indonesia dan lain-lain tingkat nasional khususnya dan tingkat internasional umumnya.
Sesungguhnya Alternatif – Subyektif “ Iman ... Percaya “ dari masing – masing tingkat kehidupan nasional , khususnya di indonesia , dan di seluruh dunia umumnya, dalam abad ke 20 sekarang ini, bukanlah satu pertumbuhan dan perkembangan dari dalam tetapi yang demikian adalah pengaruh langsung dari tanggapan Arab terhadap istilah Iman yang terkandung dalam Al Qur’an, yang mempunyai Alternatif – Obyektif tersendiri dari Allah menurut sunnah Rasulnya.
Untuk itu maka, satu pertanyaan besar akan timbul, benarkah “ Iman “ itu .... berarti percaya ? Benarkah sistematik Tauhid, Fiqih, Akhlaq dan Tasauf itu bernilai Alternatif – Obyektif dari Allah yaitu Al Qur’an menurut sunnah Rasul - NYA ? Bagaimanakah jawaban “ IMAN “ yang sebenarnya oleh Al Qur’an menurut sunnah Rasul ?
[1] Alkitab, Perjanjian Baru, Surat Kiriman kepada orang Ibrani 11 : 1 ( Halaman 324 ), Surat kiriman 2 : 19 dan 23 ( Halaman 331 ) dan Surat Kiriman yang pertama dari pada Jahja 5 : 1 , 5 dan 10 ( Halaman 347), terbitan lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta 1960.
[2] Doctor HAMKA, Pelajaran Agama Islam, Halaman 26 dan 296, Jakarta 1960
[3] Doctor HAMKA, Pelajaran Agama Islam, Halaman 26 dan 296, Jakarta 1960
[4] Doctor HAMKA, Pelajaran Agama Islam, Halaman 26 dan 296, Jakarta 1960
[5] M.Hasbi Ash Shiddiqy, Al Islam, Halaman 52 dan 66, Jakarta 1956
[6] M.Hasbi Ash Shiddiqy, Al Islam, Halaman 52 dan 66, Jakarta 1956
[7] M.Hasbi Ash Shiddiqi op cit halaman 106
[8] Yaitu pertanyaan Jibril kepada Nabi Muhammad SAW :
Ma huwal Iman ? ( Apakah yang dimaksud dengan Iman ? ) .......
Ma huwal Islam ? ( Apakah yang dimaksud dengan Islam ? ) ......
Ma huwal Ihsan ? ( Apakah yang dimaksud dengan Ihsan ? ) ........
Matas Sa ‘ ah ? ( Kapankah Sa ‘ ah tiba ? ) .......
[9] M.Hasbi Ash Shiddiqi op cit halaman 52
[10] Syekh Muhammad Abduh , Risalah Tauhid , terjemahan Indonesia , H. Firdaus A.N., Cet. Kedua , Hal. 258, Jakarta 1965
[11] Idem hal 229
[12] Idem hal 24
[13] Idem hal 26
[14] “ Baharu “ ialah tidak tetap dan berubah-rubah, “ pantarai “
[15] “ Kadim “ ialah kekal, tetap abadi dan tidak berubah-ubah
[16] Bandingkan Langeveld, Menuju Pikiran Filsafat, Jakarta 19.., halaman.. ; “ Ratio ialah seluruh kemampuan memahami “
[17] Syekh Muhammad Abduh , op cit hal 26
[18] Ingat bahwa istilah “ Ichtiar “ adalah masdar dari kata kerja “ Ikhtaara – yakhtaaru – ikhtiyaar “ artinya memilih Dan hubungankan kepada masalah “ alternatif – obyektif “ yang tergantung kepada nilai-nilai ilmiah dan “alternatif – subyektif” yaitu pilihan manusia yang tergantung kepada seleranya.
[19] Yakni seorang ulama Kuffah, yang pernah menjadi murid Ali bin Abi Thalib
[20] “ kaum Salaf “ ialah ulama pengikut para sahabat nabi
[21] Ingat aliran Otonom, menjadi Qadarite, berujud Qadariah
[22] Ingat aliran Heteronom, menjadi Jabarite, berujud Jabariyah
[23] Syekh Muhammad Abduh , op cit hal 34
[24] Juga kadang-2 disebut kaum Murji’ah
[25] Syekh Muhammad Abduh , op cit hal
[26] Idem halaman 37
[27] Ingat mazhab Aga Khan , ialah salah satu cabang Ismailiyah
[28] Syekh Muhammad Abduh , op cit hal 37
[29] Yakni dizaman Abu Hasan Al-Asy’ary
[30] Bandingkan P.K. Hitti, History Of Arabs, London 1937, Hal. 431, bahwa Ilmu Kalam adalah Alam pikiran Greek. Dan Doctor Hamka , Perkembangan Tasauf dari abad ke Abad, Jakarta 1962, Hal 39 s/d 46 ; dsb
[31] Syekh Muhammad Abduh , op cit hal 36
[32] Idem Note 26 Terutama hal 269
[33] Syekh Muhammad Abduh , op cit hal 39, terutama hal. 44, hukum akal ada tiga : yaitu Wajib, Mustahil, dan Mungkin terhadap yang dapat diketahui
[34] Ingat Istilah ‘ Sarasin ‘ , yaitu hasil kebudayaan dari unsur – unsur Helinisme , Persia dan Arab
[35] Syekh Muhammad Abduh , op cit hal 35
[36] Bandingkan Dr. A.Lysen , Individu dan Masyarakat , terjemahan Indonesia, Jakarta 19.., Hal... “Bahwa didalam pembentukan Kebudayaan , setiap generasi mewarisi dari Generasi sebelumnya diambil mana yang cocok untuk mereka dan dibuang selainnya “, dalam hubungan dengan surat Shaffat ayat 69 dan 70
[37] Ingat teori Hegel : These – Anti These – Syntese , yang seperinsip dengan Note 36
[38] Ingat kembali Note 16
[39] Syekh Muhammad Abduh , op cit hal 38
[40] Istilah “ Tanzich “ ialah mensucikan Tuhan dari berbagai kekurangan / yang mustahil
[41] Perbedaan antara Asy’ary dan Al Maturidy ialah bahwa , jikalau Asy’ary mengajarkan Tauhid menjadi Sifat Dua Puluh maka Al Maturidy mengajarkan Tauhid itu menjadi Sifat Tiga Belas
[42] M.Hasbi Ash Shiddiqi op cit halaman 113 dan 119
[43] M.Hasbi Ash Shiddiqi op cit halaman 121
[44] Lihat surat Ali Imran ayat 105, dsb
Bab I :
PERISTILAHAN IMAN SE UMUM NYA
1. Arti Kata
Perkataan “Iman” adalah mashdar dari kata kerja “aamana” = kata kerja telah, “yu’minu” = kata kerja lagi/akan,” mu’minin” = kata pelaku.
Dan untuk sementara kita artikan “Iman” saja.
Dengan demikian maka “aamana”= telah ber-Iman, “yu’ minu” = lagi/akan beriman, “mukminun” = yang ber-Iman.
Dilihat dari teori pembentukannya maka kata kerja “aamana” adalah kata kerja 3 huruf pokok yang mendapat tambahan satu huruf.
Ilmu Sharaf (Teori Bentuk Kata) memberi dua kemungkinan pembentukan kata kerja “aamana”.
1) Pembentukannya itu adalah dari kata kerja 3 huruf pokok Amuna, amana atau amina sehingga “aamana” disini berarti “percaya, teguh atau tenang”.
2) Dari kata benda yaitu, Iman , yang oleh hadits Ibnu Majah menjelaskan demikian :
Al Imanu , Aqdun bil Qalbi , Wa Iqrarun bil Lisani, wa amalun bil arkani
Artinya :
“Iman ialah tambatan hati yang menggema kedalam seluruh ucapan dan menjelma kedalam segenap laku perbuatan”.
Dan masing-masing dari kedua kemungkinan ini akan memberikan konsekuensi ruang lingkup pengertian yang begitu berbeda dan tajam kepada istilah Iman.
2. Ruang Lingkup Iman
Hadits Ibnu Majah diatas membuktikan bahwa ruang lingkup Iman mencakup tiga aspek kehidupan manusia, yaitu meliputi seluruh isi hati, seluruh ucapan dan segenap laku perbuatan.
Ketiga aspek tersebut yaitu isi atau ketetapan hati, seluruh ucapan dan segenap laku perbuatan adalah satu kebulatan hidup manusia dalam arti kebudayaan dan peradaban.
Untuk lebih ringkas dan tajam maka masalah bagian isi hati dan ucapan yang memberi dan menyatakan pernilaian dan pandangan, misalnya “Matahari berputar tetap pada sumbunya – Surat 036 Yasin ayat 38 - Wasy syamsu tajri li mustaqarril lahaa dzaalika taqdiirul’aziizil aliim dsb.
Kita simpulkan menjadi pandangan hidup; dan bagian isi hati dan ucapan yang mengenai dan mencakup seluruh laku perbuatan manusia kita simpulkan menjadi sikap hidup.
Dengan demikian maka hadits diatas, untuk lebih singkat dan mendekati hakikinya, kita terjemahkan menjadi Iman ialah Pandangan dan Sikap Hidup. Ruang lingkup Iman ialah Pandangan dan Sikap Hidup ini,
Dengan perkataan lain, oleh Surat 002 Al-Baqarah ayat 165 merumuskan demikian :

Wa minan naasi may yattakhidzu min duunillaahi andaaday yuhibbuunahum ka hubbillaahi wal ladziina aamanuu asyad-du hubbal lillaahi wa lau yaral ladziina zhalamuu idz yaraunal 'adzaaba annal quwwata lillaahi jamii'aw wa annallaaha syadiidul 'adzaab.
Artinya :
165 “ Dan sebagian manusia adalah orang yang memperlakukan ajaran selain Allah (Al-Qur’an ms Rasul-Nya) menjadi Pembina pandangan & sikap hidupnya. Mereka mencintai yang demikian itu seperti mencintai ajaran Allah ms Rasul-Nya. Tetapi yang benar-benar ber-Iman (hidup berpandangan dan bersikap dengan Al-Qur’an ms Rasul-Nya) adalah sangat rindu untuk hidup dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya. Dan jikalaulah yang berlaku dzulumat ms Syayathin itu sudi melihat (dengan pandangan al-Qur’an ms Rasul-Nya) niscaya pada saat itu akan melihat laku perbuatan dzulumat ms syayathin satu siksa nestapa bahwa sebenarnya kekuatan hidup tangguh itu adalah dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya secara bulat. Dan Allah, dengan pembuktian Al-Qur’an ms Rasul-Nya, adalah pembalas kehidupan sangat jahat atas pilihan dzulumat ms syayathin biadab”.
165. Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Dengan demikian maka istilah Iman ialah pandangan dan sikap hidup sama dengan “ Sangat rindu untuk hidup “ atau “ dipuncak kerinduan “ atau “dilambung cinta / rindu untuk hidup dengan ajaran Allah (Al-Qur’an ms Rasul).
Demikianlah konsekuensinya jikalau kata kerja “aamana-yukminu-mukminun” pembentukan bentuk katanya adalah alternative dari kata benda (isim) yaitu menurut hadis yang kita sitir diatas.
Dan hal ini akan bertolak belakang dengan alternatif pembentukan dari kata kerja tiga huruf pokok. Konsekuensi yang lebih jauh, untuk melogiskan “Iman = percaya” maka sistematik Iman digusur pula menjadi Tauhid, Fikih, Ahlak dan Tasauf.
Akibatnya Al-Qur’an ms Rasul yaitu “hudan lil muttaqien” hampir tidak fungsional dalam kenyataan hidup ini. Kesemua ini otomatis merusak nilai dan harga Iman.
3. Nilai dan Harga Iman
Dimaksud dengan “nilai” menurut istilah ekonomi ialah kemampuan yang membikin sesuatu menjadi sedemikian rupa.
Seperti misalnya satu liter beras mempunyai kemampuan untuk menghilangkan lapar dan atau membikin kenyangnya dua orang dalam satu waktu tertentu.
Sifatnya berlaku obyektif, yakni tidak tergantung kepada mau atau tidak maunya manusia terhadap yang demikian.
Dari itu nilai mengandung sajian alternatif obyektif. Dan masalah “harga”, juga menurut istilah ekonomi, ialah jumlah yang Orang sedia mengorbankannya untuk mendapat nilai.
Misalnya orang mengorbankan uangnya sejumlah dua ratus rupiah untuk mendapat satu liter beras, uang dan sebagainya yang berfungsi menjadi alat penukar hanya berharga, tetapi harga itu sendiri tidak mengandung nilai yang dimaksud diatas.
Misalnya jikalau orang makan lembaran uang yang berharga dua ratus rupiah diatas dia tidak akan kenyang.
Dari itu maka “harga” hanyalah mengganti “nilai”, dan sifatnya berlaku subyektif, yaitu tergantung kepada suka atau tidak sukanya manusia.
Dengan demikian maka harga mengandung sajian alternatif subyektif. Jadi “nilai Iman” ialah kemampuan isi Iman untuk membikin pendukung atau penyanjungnya menjadi menurut apa yang digambarkan/dijanjikan oleh isi atau materi Iman, yakni Al-Qur’an ms Rasul.“Dunia menjadi hasanah dan diakhirat hasanah”.
Sebaliknya “harga Iman” ialah jumlah yang harus dikorbankan untuk mendapat Iman atau menjadi mukmin yaitu mengorbankan segenap dirinya (nafsun jamaknya anfus/subyektifismenya) dan segenap harta kekayaannya menjadi milik Allah sehingga dia itu menjadi hamba atau abdi kehidupan menurut Allah yaitu menurut petunjuk Allah yakni Al-Qur’an ms Rasul-Nya untuk mencapai jannah atau hasanah.
Dan orang yang demikian dinamakan “mutawakkilun” dan Allah berfungsi “wakilun” atau “waliyyun”.
Perkataan Iman itu sendiri tidak akan menjadi sempurna kecuali jika dihubungkan dengan perkataan lain. Artinya “nilai dan harga Iman” ditentukan oleh sesuatu yang lain.
Dengan lain perkataan maka perkataan “Iman” belum bernilai dan berharga kecuali dia diikat atau digandeng dengan sesuatu yang lain yaitu ajaran atau Ilmu.
Dan sebagai bukti dapat kita ajukan antara lain Surat 002 Al-Baqarah ayat 4, demikian :

Wal ladziina yu'minuuna bi maa unzi-la ilaika wa maa unzila min qablika wa bil aakhirati hum yuuqinuun.
Artinya :
4 “ (yang dinamakan muttaqien) yaitu yang hidup berpandangan dan bersikap dengan yang telah diturunkan ms anda (al-qur’an ms Muhammad SAW), yakni sama dengan yang telah diturunkan ms Rasul-Rasul sebelum anda, dengan mana mereka menyakini mencapai tujuan terakhir (hasanah di dunia dan hasanah di akhirat) dalam keadaan bagaimanapun ”.
4. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Dengan pembuktian ini menjadi jelas bahwa “nilai” dan “harga” dari perkataan Iman ditentukan oleh “yang telah diturunkan ms anda (al-qur’an ms Muhammad SAW)”.
Sebaliknya Al-Qur’an memberi “nilai dan harga” ini tidak hanya dengan Al-Qur’an ms Rasul saja, tetapi bahkan dengan sembarang ajaran apapun.
Sebagai bukti untuk yang demikian dapat kita ajukan antara lain Surat 029 al an - kabut ayat 52 :

Qul kafaa billaahi bainii wa bainakum syahiiday ya'lamu maa fis samaawaati wal ardhi wal ladziina aamanuu bil baa-thili wa kafaruu billaahi ulaa-ika humul khaasiruun
Artinya :
52 “(Tegaskan, hai Muhammad/orang ber-Iman) : “Cukuplah Allah, dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul-Nya, menjadi pemberi kesaksian diantara saya yang hidup berpandangan dan bersikap dengan yang demikian dan kalangan kalian yang hidup berpandangan dan bersikap dengan dzulumat ms sy. Dia (Allah), dengan al-Qur’an ms Rasul-Nya, yang meng-Ilmu-i segala kehidupan organis dan biologis dan begitu kehidupan sosial budaya. Dan mereka yang hidup berpandangan dan bersikap dengan ajaran Bathil, yaitu mereka yang bersikap negative terhadap ajaran Allah (al-Qur’an ms Rasul-Nya) niscaya mereka yang demikian adalah yang hidup rugi/perusak kehidupan dimana sajapun”.
52. Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.
Arti “ajaran bathil” oleh Surat 004 An - Nisaa ayat 51 - 52 dijelaskan demikian :

A lam tara ilal ladziina uutuu nashii-bam minal kitaabi yu'minuuna bil jibti wa thaaghuuti wa yaquuluuna Hi ladziina kafaruu haa-ulaa-i ahdaa minal ladziina aamanuu sabiilaa.
Artinya :
51 “Tidaklah kalian melihat, dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul ini, terhadap mereka yang telah mendapat nasib kehidupan sial dari para ahli kitab, mereka hidup berpandangan dan bersikap menurut ajaran Idealisme dan Naturalisme, dengan mana mereka berkata kepada yang, atas pilihan dz ms sy, bersikap negatif terhadap ajaran Allah ms Rasul-Nya bahwa dibanding dengan mereka yang hidup berpandangan dan bersikap dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya, mereka itu memiliki sistem kehidupan yang lebih ilmiah adanya”. (an-Nisa ayat 51).
51. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.

Ulaa-ikal ladziina la'anahumullaahu wa-may yal'anillaahu falan tajida lahuu nashiiraa.
Artinya :
52 “Yang demikian itu adalah mereka yang, atas pilihan aduk-adukan Nur-dz ms sy, oleh Allah, dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul-Nya, telah melaknatkannya. Sehingga siapapun yang oleh Allah, dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul-Nya, telah melaknatkannya maka pasti akan kalian dapati, bagi mereka yang demikian itu, kelak tidak ada yang mau mengikutinya (S. an-Nisa ayat 52).
52. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.
Lebih lanjut arti “thagut” yang kita terjemahkan menjadi Naturalisme, oleh Surat 002 Al-Baqarah ayat 257 menjelaskan demikian :

Allaahu waliyyul ladziina aamanuu yukhrijuhum minazh zhulumaati ilan nuuri wal ladziina kafaruu auliyaa-uhu-muth thaaghuutu yukhrijuunahum mi-nan nuuri ilazh zhulumaati ulaa-ika ash-haabun naari hum fiihaa khaaliduun.
Artinya :
257 “Allah, dengan al-Qur’an ms Rasul-Nya, adalah pembimbing mereka yang hidup berpandangan dan bersikap menurut yang demikian, yang membebaskan mereka dari pengaruh dzulumat ms syayathin menuju kehidupan Nur ms Rasul. Sebaliknya mereka yang, atas pilihan dzulumat ms sy bersikap negatif terhadap ajaran Allah ms Rasul-Nya, maka pembimbing mereka itu adalah thagut, yang memutar balik mereka dari Nur ms Rasul menuju dzulumat ms syayathin. Mereka yang demikian itu adalah pendukung kehidupan yang bagaikan si Jago Merah, memusnahkan segala, dimana mereka terus menerus demikian dalam keadaan bagaimanapun”.
257. Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Dari pembuktian-pembuktian diatas dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an ms Rasul memberikan “nilai” dan “harga” kepada perkataan “Iman” menjadi dua golongan, yaitu “nilai dan harga” Nur ms Rasul dan atau “nilai dan harga” dzulumat ms syayathin.
Surat 017 Bani Israil ayat 9-11 memperjelas masing-masing ini demikian :

Inna haadzal qur-aana yahdii lil latii hiya aqwamu wa yubasysyirul mu'minimal ladziina ya'maluunash shaalihaati anna lahum ajran kabiira.
Artinya :
9. “Sesungguhnya al-Qur’an ms rasul ini memberi pedoman kearah satu kehidupan lebih tangguh yaitu menghamparkan satu kehidupan gembira untuk mukmin yang berbuat tepat menurut yang demikian, bahwa bagi mereka yang demikian adalah satu imbalan kehidupan agung tiada tara”.
9. Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,

Wa annal ladziina laa yu'minuuna bil aakhirati a'tadnaa lahum 'adzaaban aliimaa.
Artinya :
10.“Dan sesungguhnya yang tidak mau hidup berpandangan dan bersikap menurut yang demikian niscaya KAMI, bagi mereka yang demikian, atas pilihan dzulumat ms syayathin, akan menimpakan satu kehidupan azab lagi pedih tiada tara”.
10. dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih.

Wa yad'ul insaanu bisy syarri du'aa-ahuu bil khairi wa kaanal insaanu 'ajuulaa.
Artinya :
11.“Dan manusia (terhadap alternatif obyektif dari al-Qur’an ms Rasul ini) dipersilakan melakukan alternatif subyektif dengan dzulumat ms syayathin dengan satu kehidupan celaka, atau dengan Nur ms Rasul dengan satu kehidupan bahagia. Dan adalah manusia itu keburu nafsu dalam pilihan hidupnya”.
11. Dan manusia mendo`a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo`a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.
Dengan demikian maka nilai dan harga Iman diperinci menjadi Iman yang bernilai dan berharga “hasanah” yakni al-Qur’an ms Rasul dan “sayyi-at” yaitu ajaran-ajaran bathil yakni penyalah gunaan dzulumat ms syayathin,
seperti dibuktikan oleh Surat 098 Al-Bayyinah ayat 1 demikian :

Lam yakunil ladziina kafaruu min ahlil kitaabi wal musyrikiina munfakkiina hattaa ta'tiyahumul bayyinah.
Artinya :
1 “Tidak adalah mereka yang, atas pilihan dzulumat ms syayathin, melakukan berbagai pandangan dan sikap negatif terhadap ajaran Allah ms Rasul-Nya yang terdiri dari para ahlulkitab dan pendukung. Naturalisme (yang hidup dualisme dengan dzulumat ms syayathin) kecuali menjadi penyalah guna dan atau pengaduk dzulumat ms syayathin, setelahnya mereka mendapat satu pembuktian Ilmiah dari Allah ms Rasul-Nya yang demikian patah”.
1.Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,
Dengan demikian arti dari “nilai Iman” disini ditekankan kepada Ilmu atau ajaran, seperti Ilmu dan ajaran Allah yakni al-Qur’an yang mampu membangun pendukungnya kedalam posisi yang dijanjikan yaitu “hasanah di dunia dan di akhirat”.
Sebaliknya Ilmu dan ajaran-ajaran bathil menjerumuskan pendukungnya kedalam kehidupan jahat.
Sedang “harga Iman” ditekankan kepada menurut sunnah Rasul dan yang mendukungnya, yaitu jumlah yang telah mereka korbankan dari seluruh hidupnya hingga mencapai mukmin, atau “menurut sunnah syayathin”, yaitu jumlah yang telah dikorbankan oleh pendung dzulumat menjadi dzalim yakni pengrusakan diri dan kehancuran materi dalam kehancuran segenap kehidupan.
Untuk lebih memperjelas tentang sifat, jenis dan hakikat dari “harga Iman’ maka mari kita petik kembali Surat 009 At-Taubah ayat 111 :

Innallaahasy taraa minal mu'miniina an-fusahum wa amwaalahum bi anna la-humul jannata yuqaatiluuna fii sabiilil-laahi fa yaqtuluuna wa yuqtaluuna wa'-dan 'alaihi haqqan fit tauraati wal injiili wal qur-aani wa man aufaa bi 'ahdihii minallaahi fas tabsyiruu bi bai'ikumul ladzii baaya'tum bihii wa dzaalika huwal fauzul 'azhiim.
Artinya :
111 “Sebenarnya Allah, dengan al-Qur’an ms Rasul-Nya, telah membeli dari mukmin (yang hidup berpandangan dan bersikap dengan al-Qur’an ms Rasul) dirinya (termasuk ke akuan nya) dan seluruh harta kekayaannya (menjadi milik Allah), bahwa bagi mereka yang demikian itu berhak atas jannah (satu kehidupan hasanah di dunia dan hasanah di akhirat), dimana mereka siap tempur untuk ketahanan penataan ajaran Allah (al-Qur’an) ms Rasul-Nya sehingga mereka mampu membunuh dan sedia dibunuh, merupakan satu ikatan janji menurut-Nya yang secara obyektif tersebut didalam Taurat ms Musa, didalam Injil ms Isa, dan didalam al_Qur’an ms Rasul Muhammad SAW. Dan siapa yang sudah menyempurnakan Imannya menjadi satu ikatan janji dengan ajaran Allah (al-Qur’an) ms Rasul-Nya (Piagam Aqabah II) maka gembirakanlah mereka, sesuai dengan yang kalian menjanjikan mereka dengan al-Qur’an ms Rasul, menjadi satu ikatan perjanjian diantara kalian (Piagam Yastrib). Dan yang demikian itu Dia (Allah), dengan al-Qur’an ms Rasul-Nya, adalah Pembina kemenangan hidup tiada tanding”.
111. Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.
Perkataan “Iman” adalah mashdar dari kata kerja “aamana” = kata kerja telah, “yu’minu” = kata kerja lagi/akan,” mu’minin” = kata pelaku.
Dan untuk sementara kita artikan “Iman” saja.
Dengan demikian maka “aamana”= telah ber-Iman, “yu’ minu” = lagi/akan beriman, “mukminun” = yang ber-Iman.
Dilihat dari teori pembentukannya maka kata kerja “aamana” adalah kata kerja 3 huruf pokok yang mendapat tambahan satu huruf.
Ilmu Sharaf (Teori Bentuk Kata) memberi dua kemungkinan pembentukan kata kerja “aamana”.
1) Pembentukannya itu adalah dari kata kerja 3 huruf pokok Amuna, amana atau amina sehingga “aamana” disini berarti “percaya, teguh atau tenang”.
2) Dari kata benda yaitu, Iman , yang oleh hadits Ibnu Majah menjelaskan demikian :
Al Imanu , Aqdun bil Qalbi , Wa Iqrarun bil Lisani, wa amalun bil arkani
Artinya :
“Iman ialah tambatan hati yang menggema kedalam seluruh ucapan dan menjelma kedalam segenap laku perbuatan”.
Dan masing-masing dari kedua kemungkinan ini akan memberikan konsekuensi ruang lingkup pengertian yang begitu berbeda dan tajam kepada istilah Iman.
2. Ruang Lingkup Iman
Hadits Ibnu Majah diatas membuktikan bahwa ruang lingkup Iman mencakup tiga aspek kehidupan manusia, yaitu meliputi seluruh isi hati, seluruh ucapan dan segenap laku perbuatan.
Ketiga aspek tersebut yaitu isi atau ketetapan hati, seluruh ucapan dan segenap laku perbuatan adalah satu kebulatan hidup manusia dalam arti kebudayaan dan peradaban.
Untuk lebih ringkas dan tajam maka masalah bagian isi hati dan ucapan yang memberi dan menyatakan pernilaian dan pandangan, misalnya “Matahari berputar tetap pada sumbunya – Surat 036 Yasin ayat 38 - Wasy syamsu tajri li mustaqarril lahaa dzaalika taqdiirul’aziizil aliim dsb.
Kita simpulkan menjadi pandangan hidup; dan bagian isi hati dan ucapan yang mengenai dan mencakup seluruh laku perbuatan manusia kita simpulkan menjadi sikap hidup.
Dengan demikian maka hadits diatas, untuk lebih singkat dan mendekati hakikinya, kita terjemahkan menjadi Iman ialah Pandangan dan Sikap Hidup. Ruang lingkup Iman ialah Pandangan dan Sikap Hidup ini,
Dengan perkataan lain, oleh Surat 002 Al-Baqarah ayat 165 merumuskan demikian :
Wa minan naasi may yattakhidzu min duunillaahi andaaday yuhibbuunahum ka hubbillaahi wal ladziina aamanuu asyad-du hubbal lillaahi wa lau yaral ladziina zhalamuu idz yaraunal 'adzaaba annal quwwata lillaahi jamii'aw wa annallaaha syadiidul 'adzaab.
Artinya :
165 “ Dan sebagian manusia adalah orang yang memperlakukan ajaran selain Allah (Al-Qur’an ms Rasul-Nya) menjadi Pembina pandangan & sikap hidupnya. Mereka mencintai yang demikian itu seperti mencintai ajaran Allah ms Rasul-Nya. Tetapi yang benar-benar ber-Iman (hidup berpandangan dan bersikap dengan Al-Qur’an ms Rasul-Nya) adalah sangat rindu untuk hidup dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya. Dan jikalaulah yang berlaku dzulumat ms Syayathin itu sudi melihat (dengan pandangan al-Qur’an ms Rasul-Nya) niscaya pada saat itu akan melihat laku perbuatan dzulumat ms syayathin satu siksa nestapa bahwa sebenarnya kekuatan hidup tangguh itu adalah dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya secara bulat. Dan Allah, dengan pembuktian Al-Qur’an ms Rasul-Nya, adalah pembalas kehidupan sangat jahat atas pilihan dzulumat ms syayathin biadab”.
165. Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Dengan demikian maka istilah Iman ialah pandangan dan sikap hidup sama dengan “ Sangat rindu untuk hidup “ atau “ dipuncak kerinduan “ atau “dilambung cinta / rindu untuk hidup dengan ajaran Allah (Al-Qur’an ms Rasul).
Demikianlah konsekuensinya jikalau kata kerja “aamana-yukminu-mukminun” pembentukan bentuk katanya adalah alternative dari kata benda (isim) yaitu menurut hadis yang kita sitir diatas.
Dan hal ini akan bertolak belakang dengan alternatif pembentukan dari kata kerja tiga huruf pokok. Konsekuensi yang lebih jauh, untuk melogiskan “Iman = percaya” maka sistematik Iman digusur pula menjadi Tauhid, Fikih, Ahlak dan Tasauf.
Akibatnya Al-Qur’an ms Rasul yaitu “hudan lil muttaqien” hampir tidak fungsional dalam kenyataan hidup ini. Kesemua ini otomatis merusak nilai dan harga Iman.
3. Nilai dan Harga Iman
Dimaksud dengan “nilai” menurut istilah ekonomi ialah kemampuan yang membikin sesuatu menjadi sedemikian rupa.
Seperti misalnya satu liter beras mempunyai kemampuan untuk menghilangkan lapar dan atau membikin kenyangnya dua orang dalam satu waktu tertentu.
Sifatnya berlaku obyektif, yakni tidak tergantung kepada mau atau tidak maunya manusia terhadap yang demikian.
Dari itu nilai mengandung sajian alternatif obyektif. Dan masalah “harga”, juga menurut istilah ekonomi, ialah jumlah yang Orang sedia mengorbankannya untuk mendapat nilai.
Misalnya orang mengorbankan uangnya sejumlah dua ratus rupiah untuk mendapat satu liter beras, uang dan sebagainya yang berfungsi menjadi alat penukar hanya berharga, tetapi harga itu sendiri tidak mengandung nilai yang dimaksud diatas.
Misalnya jikalau orang makan lembaran uang yang berharga dua ratus rupiah diatas dia tidak akan kenyang.
Dari itu maka “harga” hanyalah mengganti “nilai”, dan sifatnya berlaku subyektif, yaitu tergantung kepada suka atau tidak sukanya manusia.
Dengan demikian maka harga mengandung sajian alternatif subyektif. Jadi “nilai Iman” ialah kemampuan isi Iman untuk membikin pendukung atau penyanjungnya menjadi menurut apa yang digambarkan/dijanjikan oleh isi atau materi Iman, yakni Al-Qur’an ms Rasul.“Dunia menjadi hasanah dan diakhirat hasanah”.
Sebaliknya “harga Iman” ialah jumlah yang harus dikorbankan untuk mendapat Iman atau menjadi mukmin yaitu mengorbankan segenap dirinya (nafsun jamaknya anfus/subyektifismenya) dan segenap harta kekayaannya menjadi milik Allah sehingga dia itu menjadi hamba atau abdi kehidupan menurut Allah yaitu menurut petunjuk Allah yakni Al-Qur’an ms Rasul-Nya untuk mencapai jannah atau hasanah.
Dan orang yang demikian dinamakan “mutawakkilun” dan Allah berfungsi “wakilun” atau “waliyyun”.
Perkataan Iman itu sendiri tidak akan menjadi sempurna kecuali jika dihubungkan dengan perkataan lain. Artinya “nilai dan harga Iman” ditentukan oleh sesuatu yang lain.
Dengan lain perkataan maka perkataan “Iman” belum bernilai dan berharga kecuali dia diikat atau digandeng dengan sesuatu yang lain yaitu ajaran atau Ilmu.
Dan sebagai bukti dapat kita ajukan antara lain Surat 002 Al-Baqarah ayat 4, demikian :
Wal ladziina yu'minuuna bi maa unzi-la ilaika wa maa unzila min qablika wa bil aakhirati hum yuuqinuun.
Artinya :
4 “ (yang dinamakan muttaqien) yaitu yang hidup berpandangan dan bersikap dengan yang telah diturunkan ms anda (al-qur’an ms Muhammad SAW), yakni sama dengan yang telah diturunkan ms Rasul-Rasul sebelum anda, dengan mana mereka menyakini mencapai tujuan terakhir (hasanah di dunia dan hasanah di akhirat) dalam keadaan bagaimanapun ”.
4. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Dengan pembuktian ini menjadi jelas bahwa “nilai” dan “harga” dari perkataan Iman ditentukan oleh “yang telah diturunkan ms anda (al-qur’an ms Muhammad SAW)”.
Sebaliknya Al-Qur’an memberi “nilai dan harga” ini tidak hanya dengan Al-Qur’an ms Rasul saja, tetapi bahkan dengan sembarang ajaran apapun.
Sebagai bukti untuk yang demikian dapat kita ajukan antara lain Surat 029 al an - kabut ayat 52 :
Qul kafaa billaahi bainii wa bainakum syahiiday ya'lamu maa fis samaawaati wal ardhi wal ladziina aamanuu bil baa-thili wa kafaruu billaahi ulaa-ika humul khaasiruun
Artinya :
52 “(Tegaskan, hai Muhammad/orang ber-Iman) : “Cukuplah Allah, dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul-Nya, menjadi pemberi kesaksian diantara saya yang hidup berpandangan dan bersikap dengan yang demikian dan kalangan kalian yang hidup berpandangan dan bersikap dengan dzulumat ms sy. Dia (Allah), dengan al-Qur’an ms Rasul-Nya, yang meng-Ilmu-i segala kehidupan organis dan biologis dan begitu kehidupan sosial budaya. Dan mereka yang hidup berpandangan dan bersikap dengan ajaran Bathil, yaitu mereka yang bersikap negative terhadap ajaran Allah (al-Qur’an ms Rasul-Nya) niscaya mereka yang demikian adalah yang hidup rugi/perusak kehidupan dimana sajapun”.
52. Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.
Arti “ajaran bathil” oleh Surat 004 An - Nisaa ayat 51 - 52 dijelaskan demikian :
A lam tara ilal ladziina uutuu nashii-bam minal kitaabi yu'minuuna bil jibti wa thaaghuuti wa yaquuluuna Hi ladziina kafaruu haa-ulaa-i ahdaa minal ladziina aamanuu sabiilaa.
Artinya :
51 “Tidaklah kalian melihat, dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul ini, terhadap mereka yang telah mendapat nasib kehidupan sial dari para ahli kitab, mereka hidup berpandangan dan bersikap menurut ajaran Idealisme dan Naturalisme, dengan mana mereka berkata kepada yang, atas pilihan dz ms sy, bersikap negatif terhadap ajaran Allah ms Rasul-Nya bahwa dibanding dengan mereka yang hidup berpandangan dan bersikap dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya, mereka itu memiliki sistem kehidupan yang lebih ilmiah adanya”. (an-Nisa ayat 51).
51. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.
Ulaa-ikal ladziina la'anahumullaahu wa-may yal'anillaahu falan tajida lahuu nashiiraa.
Artinya :
52 “Yang demikian itu adalah mereka yang, atas pilihan aduk-adukan Nur-dz ms sy, oleh Allah, dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul-Nya, telah melaknatkannya. Sehingga siapapun yang oleh Allah, dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul-Nya, telah melaknatkannya maka pasti akan kalian dapati, bagi mereka yang demikian itu, kelak tidak ada yang mau mengikutinya (S. an-Nisa ayat 52).
52. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.
Lebih lanjut arti “thagut” yang kita terjemahkan menjadi Naturalisme, oleh Surat 002 Al-Baqarah ayat 257 menjelaskan demikian :
Allaahu waliyyul ladziina aamanuu yukhrijuhum minazh zhulumaati ilan nuuri wal ladziina kafaruu auliyaa-uhu-muth thaaghuutu yukhrijuunahum mi-nan nuuri ilazh zhulumaati ulaa-ika ash-haabun naari hum fiihaa khaaliduun.
Artinya :
257 “Allah, dengan al-Qur’an ms Rasul-Nya, adalah pembimbing mereka yang hidup berpandangan dan bersikap menurut yang demikian, yang membebaskan mereka dari pengaruh dzulumat ms syayathin menuju kehidupan Nur ms Rasul. Sebaliknya mereka yang, atas pilihan dzulumat ms sy bersikap negatif terhadap ajaran Allah ms Rasul-Nya, maka pembimbing mereka itu adalah thagut, yang memutar balik mereka dari Nur ms Rasul menuju dzulumat ms syayathin. Mereka yang demikian itu adalah pendukung kehidupan yang bagaikan si Jago Merah, memusnahkan segala, dimana mereka terus menerus demikian dalam keadaan bagaimanapun”.
257. Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Dari pembuktian-pembuktian diatas dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an ms Rasul memberikan “nilai” dan “harga” kepada perkataan “Iman” menjadi dua golongan, yaitu “nilai dan harga” Nur ms Rasul dan atau “nilai dan harga” dzulumat ms syayathin.
Surat 017 Bani Israil ayat 9-11 memperjelas masing-masing ini demikian :
Inna haadzal qur-aana yahdii lil latii hiya aqwamu wa yubasysyirul mu'minimal ladziina ya'maluunash shaalihaati anna lahum ajran kabiira.
Artinya :
9. “Sesungguhnya al-Qur’an ms rasul ini memberi pedoman kearah satu kehidupan lebih tangguh yaitu menghamparkan satu kehidupan gembira untuk mukmin yang berbuat tepat menurut yang demikian, bahwa bagi mereka yang demikian adalah satu imbalan kehidupan agung tiada tara”.
9. Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,
Wa annal ladziina laa yu'minuuna bil aakhirati a'tadnaa lahum 'adzaaban aliimaa.
Artinya :
10.“Dan sesungguhnya yang tidak mau hidup berpandangan dan bersikap menurut yang demikian niscaya KAMI, bagi mereka yang demikian, atas pilihan dzulumat ms syayathin, akan menimpakan satu kehidupan azab lagi pedih tiada tara”.
10. dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih.
Wa yad'ul insaanu bisy syarri du'aa-ahuu bil khairi wa kaanal insaanu 'ajuulaa.
Artinya :
11.“Dan manusia (terhadap alternatif obyektif dari al-Qur’an ms Rasul ini) dipersilakan melakukan alternatif subyektif dengan dzulumat ms syayathin dengan satu kehidupan celaka, atau dengan Nur ms Rasul dengan satu kehidupan bahagia. Dan adalah manusia itu keburu nafsu dalam pilihan hidupnya”.
11. Dan manusia mendo`a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo`a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.
Dengan demikian maka nilai dan harga Iman diperinci menjadi Iman yang bernilai dan berharga “hasanah” yakni al-Qur’an ms Rasul dan “sayyi-at” yaitu ajaran-ajaran bathil yakni penyalah gunaan dzulumat ms syayathin,
seperti dibuktikan oleh Surat 098 Al-Bayyinah ayat 1 demikian :
Lam yakunil ladziina kafaruu min ahlil kitaabi wal musyrikiina munfakkiina hattaa ta'tiyahumul bayyinah.
Artinya :
1 “Tidak adalah mereka yang, atas pilihan dzulumat ms syayathin, melakukan berbagai pandangan dan sikap negatif terhadap ajaran Allah ms Rasul-Nya yang terdiri dari para ahlulkitab dan pendukung. Naturalisme (yang hidup dualisme dengan dzulumat ms syayathin) kecuali menjadi penyalah guna dan atau pengaduk dzulumat ms syayathin, setelahnya mereka mendapat satu pembuktian Ilmiah dari Allah ms Rasul-Nya yang demikian patah”.
1.Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,
Dengan demikian arti dari “nilai Iman” disini ditekankan kepada Ilmu atau ajaran, seperti Ilmu dan ajaran Allah yakni al-Qur’an yang mampu membangun pendukungnya kedalam posisi yang dijanjikan yaitu “hasanah di dunia dan di akhirat”.
Sebaliknya Ilmu dan ajaran-ajaran bathil menjerumuskan pendukungnya kedalam kehidupan jahat.
Sedang “harga Iman” ditekankan kepada menurut sunnah Rasul dan yang mendukungnya, yaitu jumlah yang telah mereka korbankan dari seluruh hidupnya hingga mencapai mukmin, atau “menurut sunnah syayathin”, yaitu jumlah yang telah dikorbankan oleh pendung dzulumat menjadi dzalim yakni pengrusakan diri dan kehancuran materi dalam kehancuran segenap kehidupan.
Untuk lebih memperjelas tentang sifat, jenis dan hakikat dari “harga Iman’ maka mari kita petik kembali Surat 009 At-Taubah ayat 111 :
Innallaahasy taraa minal mu'miniina an-fusahum wa amwaalahum bi anna la-humul jannata yuqaatiluuna fii sabiilil-laahi fa yaqtuluuna wa yuqtaluuna wa'-dan 'alaihi haqqan fit tauraati wal injiili wal qur-aani wa man aufaa bi 'ahdihii minallaahi fas tabsyiruu bi bai'ikumul ladzii baaya'tum bihii wa dzaalika huwal fauzul 'azhiim.
Artinya :
111 “Sebenarnya Allah, dengan al-Qur’an ms Rasul-Nya, telah membeli dari mukmin (yang hidup berpandangan dan bersikap dengan al-Qur’an ms Rasul) dirinya (termasuk ke akuan nya) dan seluruh harta kekayaannya (menjadi milik Allah), bahwa bagi mereka yang demikian itu berhak atas jannah (satu kehidupan hasanah di dunia dan hasanah di akhirat), dimana mereka siap tempur untuk ketahanan penataan ajaran Allah (al-Qur’an) ms Rasul-Nya sehingga mereka mampu membunuh dan sedia dibunuh, merupakan satu ikatan janji menurut-Nya yang secara obyektif tersebut didalam Taurat ms Musa, didalam Injil ms Isa, dan didalam al_Qur’an ms Rasul Muhammad SAW. Dan siapa yang sudah menyempurnakan Imannya menjadi satu ikatan janji dengan ajaran Allah (al-Qur’an) ms Rasul-Nya (Piagam Aqabah II) maka gembirakanlah mereka, sesuai dengan yang kalian menjanjikan mereka dengan al-Qur’an ms Rasul, menjadi satu ikatan perjanjian diantara kalian (Piagam Yastrib). Dan yang demikian itu Dia (Allah), dengan al-Qur’an ms Rasul-Nya, adalah Pembina kemenangan hidup tiada tanding”.
111. Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.
Dengan demikian, dari hasil pembuktian “nilai dan harga Iman” maka terbukalah jalan untuk memberi definisi tentang Iman yang mendekati secara obyektif.
4. Definisi Iman
Berdasar pembuktian-pembuktian diatas maka kita tarik definisi Iman menjadi sebagai berikut :
1) Iman, secara umum, ialah pandangan dan sikap hidup dengan ajaran Allah (al-Qur’an) ms Rasul dan atau dengan ajaran-ajaran selainnya yakni ms syayathin. Dan orang yang demikian dinamakan mukmin seumumnya.
2) Iman, secara khusus, ialah pandangan dan sikap hidup dengan ajaran Allah (al-Qur’an) ms Rasul, dinamakan Iman yang haq(obyektif).
Dan orang yang demikian dinamakan mukmin yang haq artinya mukmin yang obyektif dengan al-Qur’an ms Rasul sebaliknya pandangan dan sikap hidup dengan ajaran-ajaran selain Allah (al-Qur’an) ms Rasul, yakni ms syayathin ialah Iman bathil atau kufur.
Dan orang yang demikian dinamakan mukmin bathil atau kafir.
Untuk mudahnya maka arti structural (bangunan) Iman dimaksud diatas, baik secara umum maupun secara khusus, kita tuang dalam bentuk sket segitiga sama sisi, sebagai berikut :
Sket Struktural Iman
Keterangan :
A = Allah, perancang dan pemastian kehidupan (qadiirun).
B = Kenyataan hidup nabi Muhammad Rasulullah, pola atau bentuk contoh kehidupan dari ajaran Allah (uswatun hasanah).
B1 = Al-Qur’an sebagai Imam
B2 = Kenyataan hidup mukmin yang obyektif dengan al-Quran ms Rasul yang oleh Nabi Muhammad dinyatakan “Sahabatku di Jannah”.
C = Kenyataan alam organis, biologis dan gaya yang tergantung kepada Allah.
ABC = (yang terperinci menjadi AB1C dan AB2C) = Nur ms Rasul yaitu pantulan terang dari Al-Qur’an ms Rasul (Nurun “Ala).
BE = Dzulumat dalam arti bayangan yaitu pantulan gelap yang bertolak belakang dengan pantulan terang dinamakan Nurin.
BDE = Sudut memandang dzulumat yang obyektif dari Allah ms Rasul-Nya.
BED = Sunnah Syaitahn, laknatullah wal malaikat wan naasi ajma’in (Surat Baqarah ayat 161).
BDC = Salah satu alternative, secara d’efect, menjadi aduk-adukan pandangan Nur-dzulumat (ABC-BDE), dalam bentuk kadzdzaba menjadi model ketiga, ialah idealisme.
CF = Dzulumat ialah bayangan yaitu pantulan gelap dari kenyataan alam.
CDF = Sudut memandang dzulumat secara obyektif Ilmiah dengan Al-Qur’an ms Rasul.
FDC = Salah satu lternative lain, secara reflex, dalam bentuk tawalla CDF menjadi semodel bathil.
ED dan FD = Segala daya upaya aduk-adukan Nur-dzulumat dan atau penyalah gunaan dzulumat menjadi semodel bathil (DC), dinamakan “khutuwatis syaithan = strategi dan taktik pilihan dzulumat ms syayathin.
DC = Hasil aduk-adukan Nur-dzulumat (ABC-BDE) menjadi BDC dan atau penyalahgunaan dzulumat (CDF) menjadi FDC, keduanya menjadi semodel bathil.
Untuk lebih mempertajam arti sudut BDE dan atau CDF yang ditumpang tindih diatas BDC sehingga menjadi Bathil (aduk-adukan Nur-dzulumat dan atau penyalah gunaan dzulumat ms syayathin) ialah satu Qadar atau Taqdir Syar (rancangan dan kepastian hidup jahat) atau “arbaaban min duunillaahi” maka kita petik Surat 015 al - Hijir ayat 43 dan 44 demikian :
Wa inna jahaannama la mau'iduhum ajma'iin.
Artinya :
43. “Maka sesungguhnya jahannam adalah benar-benar menjadi tempat kepastian mereka yang berpandangan dan bersikap dzulumat as syayathin semuanya”.
43. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya.
Lahaa sab'atu abwaabil li kulli baabim minhum juz-um maqsuum.
Artinya :
44. Ujudnya itu (jahannam) adalah sejenis bangunan bertingkat tujuh dimana masing-masing tingkatannya itu adalah bagian golongan tertentu”.
44. Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.
Dan untuk mudahnya maka Qadar atau Taqdir Syar ini kita sket menjadi sebagai berikut :
5. Perbandingan Istilah
Istilah Kafara – yakfuru – kafran – kufran – kufuran – kafirun , artinya berpandangan dan bersikap dzulumat ms syayathin dan berlaku negatif terhadap ajaran Allah (al-Qur’an) ms Rasul.
Secara umum sama dengan istilah Kadzaba – yakdzibu – kadzban – kadzibun atau kadzdzaba – yukadzibu - takdziban – mukadzibun artinya secara umum juga berpandangan dan bersikap dengan dzulumat ms syayathin,
tetapi secara khusus = mendustakan ajaran Allah (al-Qur’an) ms Rasul dengan jalan mengaduk-aduk atau melacur ajaran Allah (al-Qur’an) ms Rasul sehingga membentuk model ketiga (maghdub) yang beralamat dari Allah, padahal bikinannya sendiri dengan motif sepiring nasi.
Sedangkan Kafara adalah kelanjutan dari kerja Kadzdzaba, yaitu memaling ajaran Allah (dzulumat) hingga menjadi penemuan/ciptaan sendiri dalam bentuk bathil.
Surat Al-Fatihah menyebut Kafara = Dhalliin. Jadi Kadzaba secara umum, berlaku sama baik untuk kafara maupun bagi kadzaba dan kadzdzaba seperti dimaksud dalam Surat 029 Al-Ankabut 12-13 :
Wa qaalal ladziina kafaruu lil ladziina aamanut tabi'uu sabiilanaa wal nahmil khathaayaakum wa maa hum bi haamilii-na min khathaayaahum min syai-in inna-hum la kaadzibuun.
Artinya :
12 “Yaitu berkatalah mereka yang, atas pilihan dzulumat ms syayathin, berlaku negatif terhadap yang hidup berpandangan dan bersikap dengan ajaran Allah (al-Qur’an) ms Rasul-Nya : “Mari masuk organisasi (sabil) kami niscaya kelak kami akan menanggulangi setiap beban/kesulitan hidup kalian !. dan sebenarnya mereka itu bukannya mau menanggulangi / memecahkan beban / kesulitan orang lain tetapi sebenarnya mereka itu adalah pelacur (pengaduk-aduk) kesulitan hidup dimanapun”.
12. Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman: "Ikutilah jalan kami, dan nanti kami akan memikul dosa-dosamu", dan mereka (sendiri) sedikitpun tidak (sanggup), memikul dosa-dosa mereka. Sesungguhnya mereka adalah benar-benar orang pendusta.
Wa la yahmilunna atsqaalahum wa ats-qaalam ma'a atsqaalihim wa la yus-alunna yaumalqiyaamati 'ammaa kaanuu yaftaruun.
Artinya :
13 “Yakni sebenarnya mereka, atas pilihan dz ms sy, melacurkan (memboncengi) beban / kesulitan hidupnya menjadi beban yang lain yaitu satu penambahan beban atas yang lain yang sudah demikian berat hidupnya. Maka pasti kelak mereka, dikala qiyamah sudah tiba, akan diminta pertanggungan jawab perihal apa yang adalah mereka, atas piliah dz ms sy, mengelabui siapapun”.
13. Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan.
Istilah Syirkun dalam arti sempit adalah aduk-adukan, sama dengan Kadzdzaba secara khusus, yang oleh Surat 042 Asy Syura ayat 13 menegaskan demikian :
Syara'a lakum minad diini maa washshaa bihii nuuhaw wal ladzii auhainaa ilaika wa maa washshainaa bihii ibraahiima wa muusaa wa 'iisaa an aqiimud diina wa laa tatafarraquu fiihi kabura 'alal musyrikii-na maa tad'uuhum ilaihi allaahu yajtabii ilaihi may yasyaa-u wa yahdii ilaihi may yuniib.
Artinya :
13 “Dia (Allah), dengan al-Qur’an ms Rasul-Nya, menata kehidupan kalian menurut satu penataan (Dinul Islam) yang Dia telah mengajarkannya menurut sunnah Muhammad SAW. Sehingga apa yang telah Kami wahyukan (al-Qur’an) ms Rasul anda ( Muhammad SAW). “Yaitu yang Kami telah mewasiatkannya menurut sunnah Ibrahim, Musa, dan sunnah Isa : “Agar kalian membangun din ini (Islam) menjadi penataan hidup kalian dan jangan dengan dzulumat ms syayathin yang pecah belah”. Dari itu maka dakwah mereka yang aduk-adukan Nur-dzulumat ms syayathin (Yahudi dan Nashara yang mendakwa kitab perjanjian lama dan perjanjian baru warisan Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Daud dan Nabi Ismail, termasuk Arab jahiliah yang mendakwa hidupnya itu adalah menurut warisan Nabi Ibrahim melalui Nabi Ismail, kenyataan semuanya sudah lain dari al-Qur’an ms Rasul ini) adalah bual besar. Allah, dengan al-Qur’an ms Rasul-Nya, memberikan satu pilihan ( mau Nur atau dzulumat) bagi siapa yang mau menurut Nya itu. Yaitu Dia, dengan al-Qur’an ms Rasul-Nya, memberikan pedoman hidup bagi siapa yang mau menjadi mutawakkilun menurut-Nya”.
13. Dia telah mensyari`atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
Istilah Walla dan Tawalla, arti leterleknya berpaling/menyeleweng. Tetapi secara umum baik yang menyalahgunakan dz ms sy maupun yang mengaduk-aduk Nur - dz ms sy, keduanya sama-sama menyelewengkan dz ms sy.
Istilah Munaafikun dan Mudzabdzabin , artinya bermuka dua atas pilihan dz ms sy terhadap yang Nur ms Rasul.
Hal mana oleh Surat 004 An-Nisa ayat 137-143 dan 145 menggambarkan demikian
Innal ladziina aamanuu tsumma kafaruu tsumma aamanuu tsumma kafaruu tsum-maz daaduu kufral lam yakunillaahu li yaghfira lahum wa laa li yahdiyahum sa-biilaa.
Artinya :
137. “Sebenarnya yang telah menyatakan diri hidup berpandangan dan bersikap dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya, selanjutnya atas pilihan dz ms sy bersikap negative terhadap ajaran Allah ms Rasul-Nya, selanjutnya dia balik lagi menyatakan hidup berpandangan dan bersikap dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya, kemudian dia, atas pilihan dz ms sy berlaku negative terhadap ajaran Allah, akhirnya makin menjadi-jadi sikap negatifnya terhadap ajaran Allah ms Rasul-Nya. Sehingga Allah, dengan ajaran-Nya (al-Qur’an ms Rasul-Nya) tidak akan mempedomani lagi kehidupan mereka satu penataan hidup (Dinul Islam) menurut-Nya”.
137. Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.
Basysyiril munaafiqiina bi anna lahum 'adzaaban aliimaa.
Artinya :
138. “Maka dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul ini) peringatkan mereka yang atas pilihan dz ms sy, hidup bermuka dua terhadap ajaran Allah (al-Qur’an ms Rasul-Nya) bahwa bagi mereka yang demikian adalah satu kehidupan nista yang demikian pedih tiada tanding”.
138. Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,
Alladziina yattakhidzuunal kaafiriina auliyaa-a min duunil mu'miniina a yabta-ghuuna 'indahumul 'izzata fa innal 'iz-zata lillaahi jamii'aa.
Artinya :
139. “Mereka yang mengambil orang yang memilih dz ms sy dan bersikap negative terhadap ajaran Allah ms Rasul-Nya menjadi pemimpinnya selain dari kalangan yang hidup berpandangan dan bersikap dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya, dapatkah mereka mengharapkan satu kehidupan mulia/agung dari pangkuan mereka yang demikian itu ? maka sesungguhnya kehidupan mulia / agung itu hanyalah dengan ajaran Allah ( Al-Quran ) menurut sunnah Rasul-NYA se-bulat-bulatnya!”.
139. (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.
Wa qad nazzala 'alaikum fil kitaabi an idzaa sami'tum aayaatillaahi yukfaru bihaa wa yustahza-u bihaa fa laa taq'u-duu ma'ahum hattaa yakhuudhuu fii hadiitsin ghairihii innakum idzam mitslu-hum innallaaha jaami'ul munaafiqiina wal kaafiriina fii jahannama jamii'aa.
Artinya :
140. “Dan sebenarnya Dia telah menurunkan atas kalian didalam kitab ini (al-Qur’an ms Rasul-Nya), bahwa bila kalian melaksanakan garis “sami’na” ajaran Allah menurut pembuktian sunnah Rasul-Nya ada orang yang atas pilihan dz ms sy, berlaku negatif terhadap yang demikian yaitu mengolok-olokkannya, maka janganlah kalian, dengan pilihan Nur (al-Qur’an) ms Rasul ini, duduk sebangku bersama mereka yang demikian, sebaliknya akan menjerumuskan kalian kedalam ajaran selain al-Qur’an ms Rasul-Nya, niscaya kalianpun menjadi semodel mereka. Sesungguhnya Allah, dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul-Nya, adalah penghimpun orang-orang kafir dan munafiq kedalam kehidupan jahannam semuanya”.
140. Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam,
Alladziina yatarabbashuuna bikum fa in kaana lakum fat-hum minallaahi qaaluu a lam nakum ma'akum wa in kaana lil kaafiriina nashiibun qaaluu a lam nastah-widz 'alaikum wa namna'kum minal rau'-miniina fallaahu yahkumu bainakum yau-mal qiyaamati wa lay yaj'alallaahu lil kaafiriina 'alal mu'miniina sabiilaa.
Artinya :
141.
“Mereka yang, atas pilihan dz ms sy, mencari peluang didalam kehidupan
kalian yang Nur (al-Qur’an) ms Rasul ini. Maka jikalau adalah kalian
sudah mendapat satu kemenangan hidup dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya
niscaya mereka terus saja membual kata : “Bukankah kami ini jama’ah
kalian ? Tetapi jikalaulah kemujuran hidup itu lagi ditangan orang yang,
atas pilihan dz ms sy bersikap negatif terhadap ajaran Allah ms
Rasul-Nya ini niscayalah mereka juga membual kata : “Bukankah kami tidak
mengharapkan kekalahan atas kalian yaitu kami melindungi kalian dari
(serangan) orang-orang yang hidup berpandangan dan bersikap dengan
ajaran Allah ms Rasul-Nya?!!. Maka Allah, dengan pembuktian al-Qur’an ms
Rasul-Nya, menghukum diantara kalian pada hari qiyamat, yaitu Allah,
dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul-Nya, tidak pernah memberi jalan
bagi yang kafir atas yang beriman”.
141. (yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mu'min). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.
Innal munaafiqiina yukhaadi'uunallaaha wa huwa khaadi'uhum wa idzaa qaamuu ilash shalaati qaamuu kusaalaa yuraa-uunan naasa wa laa yadzkuruunallaaha illaa qaliilaa.
Artinya :
142. “Sebenarnya orang-orang yang bermuka-dua dengan pilihan dz ms sy terhadap yang Nur (al-Qur’an) ms Rasul adalah mereka yang mengelabui ajaran Allah ms Rasul-Nya. Dan Allah, dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul-Nya, pemungkas tipu daya mereka itu. Yaitu mereka dikala tegak melakukan ahalat hanyalah tegak bisu sekedar memperlihatkan kepada manusia, yaitu tidak pernah menyadarkan diri untuk hidup dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya kecuali hanya sekilas saja”.
142. Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.
Mudzabdzabiina baina dzaalika laa ilaa haa-ulaa-i wa laa ilaa haa-ulaa-i wa may yudhlilillaahu fa Ian tajida lahuu sabiilaa.
Artinya :
143. “Menjadi orang yang bermuka dua (mudabdabin) diantara yang demikian. Tidak masuk golongan mereka yang hidup berpandangan dan bersikap dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya juga buka golongan yang hidup dzulumat (Naturalisme) menurut sunnah syayathin”.
143. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.
Innal munaafiqiina fid darkil asf ali minan naari wa Ian tajida lahum nashiiraa.
Artinya :
145. “Sebenarnya orang yang bermuka dua terhadap Nur ms Rasul dan atau dz ms sy (magduub) adalah alas lantai nar dari kehidupan yang benar-benar hidup dz ms sy sehingga akan kalian dapati bahwa bagi yang demikian itu tidak pernah mendapat pendukung yang sebenarnya”.
145. Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.
Demikianlah modelnya, Munafiqun, Mudabdabin dan Mukadzibun dalam arti sempit.
Tetapi dalam arti umum biasa saja yang benar-benar dz ms syayathin (Naturalisme) pun berwajah Munafiqun, Mudabdabin dan Mukadzibun, sebagai musang berbulu ayam untuk missi mengacau balau/menghancurkan Iman dari dalam.
Istilah Murtad, yaitu bolak balik dari satu agama dan atau berpindah agama, dilihat dari sudut agama yang dia tinggalkan. Masalah Munafiqun, Mudabdabin dan Mukadzdzibun, dalam arti sempit sama dengan bermuka dua, aduk-adukan, tidak menentu atau kesasar dzulumat ms sy, juga dinamakan golongan ketiga.
Oleh Surat 009 Taubah ayat 118 menegaskan demikian :
Wa
'alats tsalaatsatil ladziina khullifuu hattaa idzaa dhaaqat 'alaihimul
ardhu bi maa rahubat wa dhaaqat 'alaihim anfu-suhum wa zhannuu al laa
malja-a minal-laahi illaa ilaihi tsumma taaba 'alaihim li yatuubuu
innallaaha huwat tawwaabur rahiim.
Artinya :
118. “Dan atas golongan ketiga, yang dipandang telah membelakangi ajaran Allah ms Rasul-Nya, sehingga dikala bumi yang demikian luas menjadi sempit atas mereka yang demikian yaitu mereka menjadi panik dan mengira bahwa tidak ada tempat pelarian kecuali dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya, maka Dia memberikan satu jalan taubat atas mereka yang demikian guna mereka melakukan taubatnya, sesungguhnya Allah, Pembina taubat lagi pemasti satu kehidupan saling kasih sayang”.
118. dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Dengan perkataan lain Munafiqun, Mudabdabin dan Mukadzdzibun ini dalam arti sempit dinamakan juga bermanis muka atau bunglon, oleh Surat 070 Ma’arij ayat 36-39 menyatakan demikian :
Artinya :
118. “Dan atas golongan ketiga, yang dipandang telah membelakangi ajaran Allah ms Rasul-Nya, sehingga dikala bumi yang demikian luas menjadi sempit atas mereka yang demikian yaitu mereka menjadi panik dan mengira bahwa tidak ada tempat pelarian kecuali dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya, maka Dia memberikan satu jalan taubat atas mereka yang demikian guna mereka melakukan taubatnya, sesungguhnya Allah, Pembina taubat lagi pemasti satu kehidupan saling kasih sayang”.
118. dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Dengan perkataan lain Munafiqun, Mudabdabin dan Mukadzdzibun ini dalam arti sempit dinamakan juga bermanis muka atau bunglon, oleh Surat 070 Ma’arij ayat 36-39 menyatakan demikian :
Fa maa lil ladziina kafaruu qibalaka muhthi'iin.
Artinya :
36. “Maka gerangan apa mereka yang, atas pilihan dz ms sy itu, bermanis muka terhadap kalian yang hidup berpandangan dan bersikap dengan ajaran Allah ms anda (Muhammad) ?!
36. Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu,
'Anil yamiini wa 'anisy syimaali 'iziin.
Artinya :
37. “Juga yang menjadi bunglon, terhadap yang Nur (al-Qur’an) ms Rasul dan atau terhadap yang dzulumat (Naturalisme) ms syayathin?!
37. Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok?
A yathma'u kullum ri-im minhum ayyud-khala jannata na'iim.
Artinya :
38. “Apakah setiap orang dari kalangan mereka yang demikian (munafiq) mengira bahwa mereka itu akan mendapat satu kehidupan jannah yang demikian nikmat tiada tanding?!
38. Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk ke dalam surga yang penuh keni'matan?,
Kallaa innaa khalaqnaahum mim maa ya'lamuun.
Artinya :
39. “Tidak bakal : Sebenarnya Kami (Allah) dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul Kami, membikin mereka menurut apa yang mereka meng-ilmui-nya”.
39. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani).
Sejajar dengan Munafiqun, Mudabdabin dan Mukadzdzibun adalah Jahiliyah ialah “Iman dengan apa yang dia tidak pernah mengetahui/menguasainya”, dan pendukungnya adalah jahil, oleh Surat 031 Luqman ayat 20-21 menegaskan demikian :
A lam tarau annallaaha sakhkhara lakum maa fis samaawaati wa maa fil ardhi wa asbagha 'alaikum ni'amahuu zhaahira-taw wa baathinataw wa minan naasi may yujaadilu fillaahi bi ghairi 'ilmiw wa laa hudaw wa laa kitaabim muniir.
Artinya :
20. “Tidakkah kalian melihat bahwa Allah, dengan pembuktian al-Qur’an ms Rasul-Nya, telah membikin segala apa yang diruang angkasa dan segala apa yang dibumi ini untuk kepentingan hidup kalian, begitu Dia, dengan ajaran-Nya (al-Qur’an ms Rasul-Nya), menghamparkan atas kehidupan kalian ciptakan-Nya itu menjadi satu kemantapan lahir (iqrarun bil lisaani wa ‘amalun bil arkan) dan batin (‘aqdun bil qalbi). Dan sebagian manusia adalah yang bantah membantah perihal ciptaan Allah itu dengan tanpa alasan ilmiah yaitu tanpa pedoman hidup yakni tanpa satu buku pegangan yang memberikan satu pandangan hidup”.
20. Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni`mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.
Wa idzaa qiila lahumuttabi'uumaa anza-lallaahuqaaluubal nattabi'u maa wajad-naa 'alaihi aabaa-anaa a walau kaanasy syaithaanu yad'uuhum ilaa 'adzaabis sa'iir.
Artinya :
21. “Dan apabila kepada mereka yang demikian itu disampaikan : “Mari (hidup) mengikuti menurut yang Allah turunkan (al-Qur’an ms Rasul-Nya)!, mereka lantang menjawab : “Sebaliknya, kami hidup mengikuti suatu (tradisi) yang kami mewarisinya dari nenek moyang kami, sekalipun yang demikian itu adalah da’wah syaithan kearah satu kehidupan azab Nar.
21. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?
Penggolongan Iman secara tajam menjadi Iman Haq dan Iman Bathil, oleh Surat 056 Waqiah dinamakan ashabul maimanah / ashabul yamin (golongan kanan) untuk mukmin dan ashabul masy-amah / ashabus syimal (golongan kiri) untuk mukmin bathil atau kafir.
Dan yang satu lagi ialah as saabiquunas saabiquun (golongan terdahulu lagi utama). Kesemuanya oleh Surat 056 Waqiah ayat 7-14, 27, 38-41 dan 51, menegaskan demikian :
Wa kuntum azwaajan tsalaatsah.
Artinya :
7. “Dan semua kalian, menurut satu pilihan masing-masing, menjadi tiga golongan.
7. dan kamu menjadi tiga golongan.
Fa ash-haabul maimanati maa ash-haabul maimanah.
Artinya :
8. “Yaitu ashabul maimanah ( gol kanan), dan apakah yang dimaksud dengan ashabul maimanah?
8. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu.
Wa ash-haabul masy-amati maa ash-haabul masy-amah
Artinya :
9. “Dan ashabul masy-amah (golongan kiri), dan tahukah kalian apa yang dimaksud dengan ashabul masy-amah?
9. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
Was saabiquunas saabiquun
Artinya :
10. “Dan as-saabiquunas saabiquun (golongan terdahulu lagi utama).
10. Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga).
Ulaa-ikal muqarrabuun
Artinya :
11. “Adalah mereka (gol. Terdahulu lagi utama) yang berdarah-daging dengan ajaran Allah (al-Qur’an) ms Rasul-Nya.
11. Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah).
Fii jannaatin na'iim.
Artinya :
12. “(Ujud kehidupan dengan al-Qur’an ms Rasul) menjadi bagaikan aneka macam kebun didalam satu taman yang merindangkan kepuasan tiada tanding”.
12. Berada dalam surga keni`matan.
Tsullatum minal awwaliin
Artinya :
13. “Jumlahnya itu (yang pada kurun I) adalah lebih banyak dari yang sebelumnya”.
13. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
Wa qaliilum minal aakhiriin
Artinya :
14. “Tetapi sedikit sekali dibanding dengan yang terakhir (kurun kedua)”.
14. dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.
Wa ash-haabul yamiini maa ash-haabul yamiin
Artinya :
27. “Maka ashabul yamin (golongan kanan) dan tahukah kalian apa yang dimaksud dengan golongan kanan?.
27. Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu.
Li ash-haabil yamiin.
Artinya :
38. “(Kesemuanya itu adalah corak ragam kehidupan) bagi golongan kanan”.
38. (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan,
Tsullatum minal awwaliin
Artinya :
39. “Jumlahnya itu (pada kurun pertama) adalah lebih banyak dari sebelumnya”.
39. (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
Wa tsullatum minal aakhiriin.
Artinya :
40. “Juga jumlahnya itu (pada kurun pertama) adalah lebih banyak dibanding dengan yang terakhir (pada kurun kedua)”.
40. dan segolongan besar pula dari orang yang kemudian.
Wa ash-haabusysyimaali maa ash-haabusy
Artinya :
41. “Dan ashabus syimal ( golongan kiri ), tahukah kalian apa yang dimaksud dengan ashabus syimal ? “
41. Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu.
Tsumma innakum ayyuhadhdhaalluunal mukadzdzibuun
Artinya :
51. “(dengan segala corak ragam kehidupan diatas) akhirnya, sebenarnya, wahai kalian yang demikian itu, adalah pelaku dzulumat lagi yang melacur Nur-dz ms syayathin”.
51. Kemudian sesungguhnya kamu hai orang yang sesat lagi mendustakan,
Surat Waqiah diatas membuktikan bahwa keseluruhan kehidupan manusia disepanjang sejarah, dilihat dari sudut tanggapan ilmunya, menjadi mukmin dan kafir.
Selanjutnya, dilihat dari sudut kemantapan tanggapan ilmunya, maka : Mukmin dibagi menjadi assabiqunasaabiqun, yang bagaikan sejenis tonggak atau sokoguru kehidupan kebudayaan secara ilmiah di sepanjang sejarah, dan semua mukmin yang lain menjadi sayap kanannya (ashabul yamin).
Kafir, dibagi menjadi dalam arti sempit yaitu yang benar-benar dzulumat ms syayathin, menjadi sayap kiri (ashabus syimal) dari assabiqunas sabiqun.
Sedang kafir dalam arti umum, dimaksud disini ialah munafiq, mukadzibun atau mudabdabin, menjadi ular berkepala dua / tombak bermata dua atau bunglon, yaitu sayap kanan dari sayap kiri (“Anis Yamin wa ‘anis syimal – Ma’arij 37), atau sayap kiri yang tersembunyi dari assabiqunas sabiqun dan ashabul yamin-nya.
Akhirnya perlu ditegaskan dalam persoalan Iman ini, teristimewa untuk Iman yang haq, bahwa hakikat Iman ini adalah satu alternatif dari penguasaan ilmunya yakni al-Qur’an as Rasul, yang oleh Surat 042 Asy Syura ayat 52 dan 53, membuktikan demikian :
Wa ka dzaalika auhainaa iJaika ruuham min amrinaa maa kunta tadrii maJ kitaabu wa lal iimaanu waJaakin ja'aJnaa-hu nuuran nahdii bihii man nasyaa-u min 'ibaadinaa wa innaka la tahdii ilaa shiraatim mustaqiim
Artinya :
52. “Maka begitulah Kami (Allah) mewahyukan al-Qur’an ms Rasul anda (Muhammad) menjadi jiwa (pembangkit) perintah Kami. Kalian tidak menguasai apa isi kitab al-Qur’an ms Rasul ini niscaya kalian tidak mempunyai iman, sebaliknya Kami menjadikannya (al-Qur’an ms Rasul) dengan nama Kami memberikan pedoman hidup bagi siapa dari abdi abdi kehidupan yang mau dengan yang Kami kehendaki ms Rasul Kami. Dan sebenarnya anda (Muhammad), dengan al-Qur’an ms anda ini, memberikan satu pedoman kearah satu penataan tangguh tiada tanding”.
52. Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
ShiraathilJaahil Iadzii Iahuu maa fis sa-maawaati wa maa fil ardhi ajaa ilalJaahi tashiirul umuur
Artinya :
53. “Tata kehidupan dari ajaran Allah yang menurut itulah, berlaku segala apa yang ada didalam ruang angkasa dan dibumi ini. Ketahuilah, dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya, beredar segala urusan kehidupan ini”
53. (Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan.
Demikianlah Iman ialah pandangan dan sikap hidup dilihat dari sudut kenyataan hidup Amalun atau aqdun dan Ikrar bil lisan adalah perujudan dari hasil penguasaan ilmu menjadi permukaan dalam dari kenyataan hidup yang terkenal dengan istilah “tanggapan” .
Arti tanggapan atau tanggapan tujuan yaitu “niyat” (sama dengan maksuudun ialah yang dimaksud yakni yang mau dilakukan untuk mencapainya), sehingga hidup ini adalah satu alternatif dari satu pilihan ilmunya, oleh hadis jumhur menegaskan demikian :
................................................. “Sesungguhnya segala laku-perbuatan itu sudah menurut satu tanggapan tujuan (niyat yakni satu alternatif ilmu). Dan pasti bagi setiap manusia adalah hidup menurut apa yang ia menanggapinya (dari satu alternatif ilmunya).
Maka siapa yang hidupnya itu pindah (hijrah) kepada ajaran Allah (al-Qur’an) ms rasul-Nya maka bentuk laku perbuatannya (hasil perubahan dari yang lain itu) harus menurut ajaran Allah (al-Qur’an) ms Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya itu adalah mengikuti lingkungan dunianya (Naturalisme dan Idealisme) niscaya menurut istilah mendapat model laku perbuatannya.
Atau jika menurut lingkungan sex, maka laku perbuatannya itu hanyalah dari kawin ke kawin saja. Maka model laku perbuatan setiap manusia (hasil hijrahnya) adalah mengikuti apa kearah mana ia mengarahkan hidupnya”.
Demikianlah lengkapnya definisi Iman yang sebenarnya dengan al-Qur’an ms Rasul, yang oleh Nabi Muhammad SAW telah mengajarnya pada permulaan abad ke-7M. dan tanggapan abad ke-20 menjadi Iman & percaya adalah satu produk sejarah oleh tangan-tangan kotor manusia, mari kita kaji persoalannya dalam sejarah Iman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar